22 Mar Penggunaan Surat Hijau Sebagai Agunan Pembiayaan
Surat Hijau adalah istilah yang digunakan untuk surat ijin pemakaian tanah Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya (“Pemda Surabaya”). Ijin pemakaian tanah diberikan oleh Pemda Surabaya kepada perorangan atau badan hukum Indonesia, dilakukan atas dasar hak pengelolaan Pemda Surabaya. Namun demikian, pemberian hak tersebut bukan merupakan pemberian hak pakai dan hak-hak atas tanah lainnya sebagaimana diatur dalam UUPA.
- PENGIKATAN JAMINAN TERHADAP SURAT HIJAU
- Surat hijau tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
- Pembebanan jaminan terhadap surat hijau hanya dapat dilakukan terhadap bangunan yang berdiri di atas tanah surat hijau.
- Pengikatan jaminan untuk bangunan yang didirikan di atas tanah dengan surat hijau dapat diikat dengan fidusia, sepanjang memenuhi syarat sebagai berikut:
- Bangunan tersebut memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
- Terdapat surat ijin dan rekomendasi dari Pemda Surabaya terkait pembebanan fidusia terhadap bangunan yang dibangun di atas tanah dengan surat hijau dan;
- Adanya pernyataan dari Penerima Fidusia bahwa setiap saat terdapat peningkatan hak atas tanah, maka Penerima Fidusia bersedia untuk melakukan roya jaminan fidusia.
- PERBANDINGAN ANTARA SURAT HIJAU DAN SHM/SHGB
- Tanah dengan SHM dan/atau SHGB dapat dibebani hak tanggungan, berikut bangunan dan benda-benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah.
- Sedangkan tanah dengan surat hijau tidak dapat dibebani hak tanggungan, melainkan hanya bangunannya saja yang dapat dibebani jaminan fidusia, sepanjang memenuhi syarat.
- Karena tanah dengan surat hijau hanya bangunannya saja yang dapat dijadikan jaminan dengan dibebani jaminan fidusia, maka nilai jaminannya lebih rendah dibandingkan dengan tanah SHM dan/atau SHGB yang nilainya meliputi tanah berikut bangunan.
- Tanah dengan SHM dan/atau SHGB lebih menjamin kepentingan penerima jaminan daripada pengikatan jaminan dengan surat hijau yang memiliki risiko yang cukup besar.
- HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGIKATAN JAMINAN TERHADAP SURAT HIJAU
- Jenis pemberian ijin pemakaian tanah (surat hijau), yaitu:
- Izin pemakaian tanah jangka panjang, yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali paling lama 20 (dua puluh) tahun khusus untuk usaha Dx an perumahan;
- Izin pemakaian tanah jangka menengah, yang berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali paling lama 5 (lima) tahun;
- Izin pemakaian tanah jangka pendek, yang berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali paling lama 2 (dua) tahun.
- Kewajiban dan larangan bagi pemegang ijin pemakaian tanah
- Pemegang izin pemakaian tanah (pemegang surat hijau) berkewajiban untuk:
- Membayar retribusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Mematuhi dan mentaati semua ketentuan yang ditetapkan dalam surat izin pemakaian tanah;
- Memakai tanah sesuai dengan peruntukan sebagaimana agunan atas suatu pinjaman, pemegang izin pemakaian tanah terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan tertulis dari Walikotamadya tersebut dalam surat izin pemakaian tanah.
- Pemegang izin pemakaian tanah dilarang mengalihkan izin pemakaian tanah kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Walikotamadya Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
- Dalam hal pemegang izin pemakaian tanah meninggal dunia, yang berkepentingan dapat melanjutkan izin pemakaian tanah dimaksud dengan mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Walikotamadya Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk mendapatkan surat izin pemakaian tanah baru sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pemegang izin pemakaian tanah (pemegang surat hijau) berkewajiban untuk:
- Berakhirnya ijin pemakaian tanah
- Ijin pemakaian tanah dapat berakhir apabila:
- Masa berlakunya surat izin pemakaian tanah berakhirnya dan pemegang izin pemakaian tanah tidak memperpanjang izin pemakaian tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Atas permintaan sendiri;
- Pemegang izin pemakaian tanah meninggal dunia;
- Surat izin pemakaian tanah tersebut dicabut.
- Ijin pemakaian tanah dapat dicabut apabila:
- Tanah yang bersangkutan dibutuhkan untuk kepentingan umum;
- Pemegang izin pemakaian tanah melanggar atau tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam surat izin pemakaian tanah;
- Tanah dibiarkan kosong dan atau ditelantarkan hingga 3 (tiga) tahun sejak dikeluarkannya izin pemakaian tanah;
- Ternyata dikemudian hari diketahui bahwa persyaratan yang diajukan untuk mendapatkan izin pemakaian tanah tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak benar.
- Konsekuensi terhadap pencabutan surat ijin pemakaian adalah sebagai berikut:
“Apabila surat izin pemakaian tanah dicabut, pemegang izin pemakaian tanah harus segera mengosongkan tanah dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Walikotamadya Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas biaya pemegang izin pemakaian tanah dan apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, pengosongan akan dilakukan oleh Walikotamadya Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas biaya pemegang izin pemakaian tanah.”
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (”UUPA”).
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (”UUHT”).
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (”UU Fidusia”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara (”PP Penguasaan Tanah-Tanah Negara”).
- Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijakan Selanjutnya (”PMA Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara”).
- Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 1 Tahun 1997 tentang Izin Pemakaian Tanah (”Perda Izin Pemakaian Tanah”).
No Comments