Pengambilalihan Perseroan Terbatas (Akuisisi PT)

Pengambilalihan Perseroan Terbatas (Akuisisi PT)

Pengambilalihan merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Pengambilalihan berdasarkan Angka 1 huruf d Lampiran Peraturan Bapepam IX.H.1, adalah tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan perubahan pengendali.

Adapun yang dimaksud pengendali perusahaan Terbuka adalah pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau pihak yang mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan perusahaan terbuka.

Berdasarkan Pasal 125 ayat (3) UUPT, pada intinya diatur bahwa Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham, yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 125 ayat (5) jo. ayat (6) jo. ayat (7) UUPT dan penjelasannya diatur bahwa:

  1. Untuk pengambilalihan melalui Direksi Perseroan, maka:
  • Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
  • Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun Rancangan Pengambilalihan, yang sekurang-kurangnya memuat informasi sebagai berikut:
  1. Nama dan tempat kedudukan masing-masing Perseroan.
  2. Alasan serta penjelasan Direksi masing-masing Perseroan.
  3. Laporan keuangan untuk tahun buku terakhir dari masing-masing Perseroan.
  4. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham.
  5. Jumlah saham yang akan diambil alih.
  6. Kesiapan pendanaan.
  7. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan.
  9. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih.
  10. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan.
  11. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.
    1. Pengambilalihan langsung dari Pemegang Saham, maka dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham, dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

Perbuatan hukum pengambilalihan wajib paling tidak memperhatikan kepentingan 3 (tiga) pihak, yaitu:

  1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
  2. Kreditur dan mitra usaha lainnnya dari Perseroan; dan
  3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum harus berdasarkan keputusan RUPS. Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai pengambilalihan hanya boleh menggunakan haknya untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar. Adapun pelaksanaan hak ini tidak menghentikan proses pengambilalihan.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 62 ayat (2) UUPT diatur bahwa dalam hal saham yang dibeli oleh Perseroan melebihi ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan (yaitu jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal), maka Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.

Pengambilalihan melalui Direksi Perseroan ataupun pengambilalihan langsung dari pemegang saham berdasarkan Pasal 127 jo Pasal 128 jo. Pasal 131 UUPT, pada intinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. Bahwa Direksi Perseroan yang akan melakukan pengambilalihan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Khusus untuk pengambilalihan yang dilakukan melalui Direksi Perseroan, maka pengumuman dimaksud memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan pengambilalihan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

  1. Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai pengambilalihan sesuai dengan rancangan pengambilalihan. Sedangkan apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui pengambilalihan.
  2. Apabila sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS keberatan kreditor tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, maka keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS untuk mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian belum tercapai, maka pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.
  3. Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.

Khusus untuk pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham maka akta pengambilalihan saham dimaksud wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

  1. Salinan akta pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) UUPT, yaitu cukup diberitahukan kepada Menteri. Sedangkan pengambilalihan saham yang dilakukan secara langsung dari pemegang saham, maka salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.

Adapun berdasarkan Pasal 26 UUPT, pada intinya diatur bahwa perubahan Anggaran Dasar yang dilakukan dalam rangka pengambilalihan berlaku sejak tanggal:

  1. Persetujuan Menteri;
  2. Kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
  3. Pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta pengambilalihan.
    1. Direksi Perseroan yang sahamnya diambil alih wajib mengumumkan hasil pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilalihan.

Apabila suatu Perseroan Terbatas berbentuk PT Terbuka maka juga perlu diperhatikan ketentuan terkait Pasar Modal, yaitu antara lain Undang-Undang Pasar Modal, POJK Keterbukaan Informasi atau Fakta Material, Keputusan Bapepam tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, Penawaran Tender, dan sebagainya.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.04/2015 Tentang Keterbukaan Atas Informasi Atau Fakta Material Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik (“POJK 31/POJK.04/2015”).
  3. Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-264/BL/2011 Tanggal 31 Mei 2011, Peraturan Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka (“Peraturan IX.H.1”).
  4. Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-04/PM/2002 Tanggal 3 April 2002, Peraturan Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender (“Peraturan IX.F.1”).
  5. Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-614/BL/2011 Tanggal 28 November 2011, Peraturan Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material Dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama (“Peraturan IX.E.2”).

 

Penulis :

Ita Munir Rahmawati, S.H, M.kn.

Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia – Program Kekhususan Hukum Bisnis

Tags:
No Comments

Post A Comment